Minggu, 02 Oktober 2016

Anak Perlu Bermain dengan Ayah Ibu

Setelah dini hari kami mempersiapkan tampilan powerpoint dari materi yang berjudul "Mengapa anak butuh bermain dengan ortu?", alhamdulillaah di siang harinya, bunda punya kesempatan berbagi pengalaman dan pengetahuan di daerah Lingkar Timur Sidoarjo, acara arisan tapi mengangkat tema parenting.

Materi ini lumayan menggelitik rasa ingin tahu para peserta karena sub judulnya adalah menyiapkan generasi abad 21 yang berkompetensi unggul. Ada yang mempertanyakan, apa hubungannya antara anak perlu bermain dengan ayah ibu dengan kompetensi generasi unggul abad 21?.

Sebenarnya saya sudah pernah posting artikel ini di kidsgen.blogspot.com namun saya ingin tambahkan di kidsinpira.blogspot.com dengan hasil dari tanya jawab peserta.

Sekilas tentang materinya seperti ini. Pada abad 21, generasi yang dibutuhkan yaitu generasi yang memiliki kompetensi kritis, kreativitas, kolaborasi, dan komunikasi. Kompetensi tersebut bisa terbentuk pada diri anak jika didukung juga dengan adanya figur ayah dan bunda yang baik. Figur ayah meliputi kebaikan dalam hal logika, keberanian menghadapi tantangan, dan mampu mengambil keputusan dengan baik. Sedangkan figur ibu meliputi sikap bertanggungjawab, imajinatif, penuh kasih sayang, dan kelembutan. Transfer pengalaman ayah dan ibu tersebut melalui interaksi dan komunikasi terhadap anak akan membentuk kepribadian anak yang sehat. Kompetensi anak juga bisa berkembang sejak balita jika orangtuanya menyempatkan waktu bermain dengan anaknya agar terjadi transfer pengalaman. Beberapa permainan yang baik contohnya lego, puzzle, menggambar, bermain peran, dan block center. Lego dan puzzle melatih sikap kritis dan kreativitas anak. Menggambar melatih komunikasi. Dan bermain peran melatih kemampuan kolaborasi dan komunikasi anak.

Pertanyaan yang muncul antara lain:
Pertanyaan yang pertama dari peserta yang pasangannya sama-sama bekerja dan anaknya diasuh oleh pembantu yang juga memiliki anak namun berperangai kasar dan membawa pengaruh buruk terhadapnya anaknya. Apa yang harus dilakukan?

Dari forum tersebut dihasilkan sebuah jawaban bahwa karena pembantu tersebut sudah dianggap atau termasuk menjadi bagian dari anggota keluarga, maka sudah menjadi tanggungjawab ayah dan bunda yang merupakan tuan rumah untuk menertibkannya. Pembantu dan anaknya harus dipahamkan bahwa figur ayah dan ibu ada pada tuan rumah. Dan mereka harus dilibatkan dalam membuat aturan dalam rumah tersebut.

Pertanyaan kedua dari peserta yang merupakan ibu dengan dua orang anak yang ayahnya hanya sibuk bekerja melayani sosial sedangkan anaknya dikondisikan pada sekretariat tempat ayahnya bekerja. Ayahnya berharap dengan begitu anak-anaknya memiliki pengkondisian yang baik dan memiliki kepribadian yang baik, meski tanpa kehadiran kedua orang tuanya. Hal ini karena ibunya juga seorang wanita karir dan ayahnya juga seorang manajer sosial. Tapi pada kenyataannya akhirnya anak terlantar di sekretariat tersebut, seperti belum makan saat sore, belum ganti baju saat orang tuanya datang, dan lain-lainnya. Bagaimana ini?

Tanggapan saya berikut membantu bunda menjawab, namun terjadi di luar forum, bahwa ada lima pertanyaan yang ingin saya ajukan dan dijawab langsung oleh kedua orang tuanya. 1) Apakah sudah secara resmi atau ada perjanjian yang menjelaskan bahwa para penghuni sekretariat mendapat hak dan kewajiban selayaknya seorang ayah dan ibu?. 2) Apakah para penghuni sekretariat atau kantor tersebut mau menerima tanggungjawab yang besar berperan sebagai orang tua anak-anak tersebut?. 3) Apakah status sebenarnya penghuni sekretariat tersebut, apakah mereka benar-benar bisa berperan sebagai orang tua?. 4) Apakah anak-anak tersebut merasa dicintai ketika "dititipkan" seperti hal tersebut?. 5) jika pendasarannya adalah teori behaviorisme, bahwa lingkungan yang baik akan membentuk kepribadian yang baik pada anak, lantas lingkungan apakah yang paling dekat dan paling awal bersinggungan dengan anak-anaknya, bukankah lingkungan keluarga yang paling bertanggungjawab dalam hal ini? yaitu orang tuanya.

Ayah yakin pertanyaan nomor satu sampai empat kemungkinan besar jawabannya adalah TIDAK. Dan ayah yakin orangtua sepakat dengan pertanyaan saya yang kelima.

Jika mereka memanglah ingin memiliki format keluarga yang peduli sosial, maka bukankah Allah juga berfirman agar orang tua tidak boleh meninggalkan atau menghasilkan generasi yang LEMAH? Dan bukankah anak-anak adalah amanah yang harus diemban orang tua, karena LEMAHnya anak akan memberikan dampak negatif ke masyarakat atau sosial. Lantas apakah keluarga seperti ini bukannya malah menyimpang dari format keluarga yang peduli sosial?.

Sayangnya, jawaban yang ayah berikan ini tejadi di luar forum saat berdiskusi dengan bunda. Sedangkan karena terbatas waktu, saat di dalam forum belum tersampaikan secara lengkap seperti di atas. Hanya berharap semoga artikel ini bisa bermanfaat buat yang lainnya juga. aamiiiiin...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar