Kamis, 29 Desember 2016

Main Marble PVC Pipe

Mas Arvin suka menyambung pipa-pipa yang ada di gudang menjadi bentuk entah apa itu ^_^. Terkadang saya masukkan kelereng ke dalam pipa dan mas Arvin berusaha mengeluarkan. Kebetulan saya ada sisa pipa 1/2" cocok dengan ukuran kelereng sehingga kelereng bisa menggelinding bebas di dalam pipa. Dari pengalaman itu, akhirnya Ayah punya ide untuk membuat labirin kelereng dari bahan pipa 1/2" yang bisa diubah-ubah bentuknya tergantung tingkat kesulitan labirin yang diinginkan. Lego ini saya beri nama Lego Labirin Pipa 1/2" atau Marble PVC Pipe Labyrinth.

Tapi lego ini tidak hanya untuk membuat labirin saja. Lego dari pipa ini bisa juga dibentuk menjadi bentuk-bentuk lain sesuai imajinasi anak-anak. Main marble PVC pipe seru juga.

Manfaat bermain lego labirin pipa ini mampu mengasah kemampuan imajinasi anak, kemampuan sensorik anak terhadap getaran dan bunyi, kemampuan motorik halus, dan logika atau pemahaman sistem. Jika permainan ini digunakan untuk memberikan tantangan kepada teman bermain maka kemampuan bersosialisasi juga berkembang.

Alat dan bahan yang dibutuhkan:

  1. Pipa paralon 1/2" sepanjang 3 meter.
  2. Pipa socket 1/2" sebanyak 5 buah.
  3. Pipa cap/tutup 1/2" sebanyak 4 buah.
  4. Pipa T 1/2" sebanyak 12 buah.
  5. Pipa elbow/knee 1/2" sebanyak 10 buah.
  6. Gergaji besi.
  7. Penggaris dan pensil.
  8. Amplas.


Langkah-langkah membuat lego labirin ini cukup mudah. Pertama, potonglah pipa paralon 1/2" menjadi 29 potong masing-masing berukuran 10 cm, dan 4 potong berukuran 5 cm. Tandai menggunakan pensil dan penggaris agar ukuran sama. Kedua, bersihkan ujung-ujung pipa bekas gergaji dengan amplas hingga halus agar aman digunakan saat bermain. Ketiga, rangkailah menjadi labirin pipa sesuai selera dengan memberi jalan masuk kelereng, jebakan berupa jalan buntu, tikungan, dan persimpangan, serta jalan keluar kelereng.

Mudah bukan? :)
Ajak anak-anak bermain dengan bentuk labirin yang mudah dulu untuk memahami aturan permainan. Kemudian tingkatkan kesulitan bentuk labirin. Dibawah ini contoh-contoh bentuk labirin yang bisa dibuat dengan bahan-bahan di atas

Jumat, 18 November 2016

Komunikasi Sehat dan Kepercayaan Anak

Seorang teman mengatakan bahwa anaknya yang berumur 11 tahun sekarang ini lebih cenderung percaya pada temannya daripada perkataan ibunya, mudah membantah instruksi orangtuanya, padahal dulunya tidak pernah seperti itu. Begitu pula anak tetangga yang berumur antara 10-11 tahun, mulai tidak patuh pada aturan-aturan yang diterapkan ibunya dan lebih percaya pada orang lain atau temannya. Mengapa hal itu terjadi dan bagaimana mengantisipasinya? Hal ini membuat kami ingin belajar lebih jauh lagi tentang bagaimana ortu membangun komunikasi yang sehat antara ortu dengan anak, dan bagaimana ortu mendapatkan kepercayaan anak. Berikut ini fakta-fakta atau pengetahuan yang kami peroleh dan kesimpulan dari hasil diskusi kami.

Menurut psikolog, anak usia segitu memang usia di mana mulai ada perubahan hormonal yang mempengaruhi perilaku. Anak yang mengalami ini tidak sadar apa yang sedang terjadi pada dirinya, cenderung emosional. Perubahan emosinya yang labil akan lebih tampak lagi ketika masa pubertas. Hal ini dipengaruhi oleh kemasakan hormon saat memasuki usia remaja. Gesell, dkk, juga menuturkan bahwa remaja 14 tahun seringkali mudah marah, mudah dirangsang, emosinya cenderung meledak, dan tidak berusaha mengendalikan perasaannya (Hurlock, 1993) karena emosi remaja lebih kuat dan lebih menguasai diri mereka dari pada perilaku yang realistis. Oleh karena itu, masa remaja merupakan masa kritis bagi peneguhan atau pembentukan kepribadian apa yang akan dia miliki nanti.

Beberapa pertanyaan pun muncul di benak saya, antara lain: apakah kesadaran anak terhadap perubahan tubuhnya tidak mampu mengenali dan mengatasi faktor hormonal tubuhnya sendiri? apakah hal ini tidak bisa diantisipasi atau setidaknya efek negatifnya dikurangi? apa dan bagaimana peran orang tua agar mampu membimbing anak agar memiliki pribadi yang sehat di masa seperti ini?

Pembahasan pertama yang saya ingin bahas dari kasus anak teman saya di atas adalah apakah betul anak seusia 10-11 tahun (mulai remaja) hanya mau mendengar perkataan temannya. Menjawab hal ini, saya ingin balik bertanya apakah setiap temannya dipercaya oleh si anak? tidak juga bukan. Ada juga teman-temannya yang tidak dia suka atau tidak dia percayai.

Sehingga masalah sebenarnya apa? apakah hanya hormonal? menurut saya salah satunya adalah mereka (remaja) memiliki "keinginan" untuk tidak ingin disikapi sebagai anak-anak lagi oleh orang tuanya. Mereka ingin dianggap sebagai anak yang bisa berpikir dan mandiri. Mereka cenderung tersinggung jika diatur. Teman-teman dekat dia yang seumuran tentu memiliki kedekatan emosional karena mereka memiliki kesamaan "keinginan" tersebut. Keinginan ini jika tidak disadari orang tua dengan tetap menganggap mereka sebagai anak balita atau kanak-kanak, tidak memberikan kepercayaan, tidak mengasah kemandirian mereka, maka wajar akhirnya anak kurang dekat secara emosional dengan orang tuanya ketimbang dengan teman-teman. Hal ini kemudian anak akan lebih mengikuti atau percaya pada omongan teman ketimbang orang tua.

Orang tua yang mendikte anak-anaknya bagaimana seharusnya memecahkan masalahnya dan mengarahkan bahwa anak-anak tidak memiliki kendali atas kehidupannya sendiri, maka mereka akan kehilangan kepercayaan dari anak-anaknya. Kegagalan komunikasi orang tua kepada anak karena gaya komunikasi orang tua yang cenderung memojokkan anak ketika anak salah, menyindir, atau menguliahi.

Agar tujuan komunikasi orang tua pada anak berhasil, sebaiknya orang tua menggunakan gaya komunikasi yang menanyakan alasan atau sebab perilakunya, berbicara dengan nada positif, dan tidak kasar. Hal tersebut akan membuat anak lebih menghormati orang tua dan mendapat kepercayaan dari anak.

Namun ada hal juga yang tidak bisa dipungkiri, bahwa faktor hormonal juga mempengaruhi cara berpikir anak. Anak yang sudah berusia 7 tahun ke atas sudah mulai berkembang kemampuan berpikirnya, mempertanyakan banyak hal yang awalnya sekedar "apa" meningkat menjadi "mengapa" dan "bagaimana". Jika anak sudah masuk fase seperti ini maka orang tua sudah selayaknya mengajak, melatih, dan mengarahkan anak untuk mampu berpikir mandiri, menarik kesimpulan sendiri dengan benar, berperilaku atas dasar kesadarannya sendiri, bukan berupa perintah langsung.

Bagaimana cara membentuk anak agar mampu berpikir mandiri dengan benar? Dalam hal ini yang harus memulai adalah orang tua. Orangtua harus mulai mengasah dirinya sendiri dalam hal keterampilan bertanya. Keterampilan bertanya ini sebenarnya adalah cara pendidikan Allah terhadap manusia. Keterampilan bertanya ini maksudnya adalah

Kamis, 20 Oktober 2016

Balita Main Gunting dan Pistol Air

Kemampuan motorik halus merupakan kemampuan yang penting yang dibutuhkan anak-anak sebagai persiapan masuk sekolah, terutama dalam hal menulis. Dalam hal ini, banyak cara yang dapat digunakan untuk melatihnya, salah satunya adalah kegiatan menggunting kertas dan bermain pistol air. Kegiatan ini bisa mulai diperkenalkan pada anak-anak saat mereka berusia 2 atau 3 tahun.

Menurut ayah, kegiatan yang paling menantang bagi mas arvin adalah kegiatan menggunting kertas. Terkadang ketika sudah capek mencoba, akhirnya butuh seminggu lebih untuk mau mencoba lagi. Kegiatan menggunting kertas ini memang bukanlah kegiatan yang mudah bagi anak-anak atau balita. Butuh waktu yang cukup lama untuk mengajari kegiatan tersebut sampai mereka terampil. Orangtua harus sabar dan tidak memaksakan anak saat berlatih kegiatan ini, harus dengan suasana bermain dan memberikan kesempatan mereka kebebasan mengeksplorasi penggunaan gunting. Oleh karena itu, pemilihan jenis gunting juga menjadi hal penting agar anak-anak tetap aman saat menggunakannya. Jenis gunting yang aman yaitu yang mata pisaunya bukan dari bahan logam melainkan plastik. Keseluruhan bahannya dari plastik.

Sebelumnya mas arvin pernah luka kecil akibat bermain gunting logam kecil. Tapi mas arvin tetap semangat belajar menggunting dan tetap penasaran tanpa menghiraukan lukanya. Akhirnya kami coba mencarikan gunting dari plastik yang dulu pernah dikenalkan oleh kakak kami. Ternyata di beberapa toko mainan di Sidoarjo yang kami datangi tidak menjual gunting plastik tersebut. Di toko alat-alat tulis "P**angi" juga tidak ada. Alhamdulillaah akhirnya dapat juga di toko alat-alat tulis di jalan Gajah Mada 74 sebelah kanan jalan. Harga gunting plastik di situ Rp4.500. Barangnya bagus, lumayan masih bisa digunakan untuk seukuran tangan mas arvin.

Manfaat belajar menggunting, antara lain melatih ketahanan otot-otot jari, khususnya jari telunjuk dan jempol. Kedua jari ini sangat berhubungan dengan kegiatan menulis.

Manfaat berikutnya adalah melatih koordinasi mata dan kedua tangan. Ketika anak sedang menggunting maka tangan kanan fokus pada gunting agar tetap tegak lurus dengan kertas saat menggunting sambil membuka-tutup mata pisau gunting. Di tangan kiri, tangan fokus mengarahkan kertas ke gunting. Sedangkan mata fokus melihat arah gerak gunting, lurus atau melengkung.

Manfaat berikutnya dari kegiatan menggunting adalah melatih kesabaran dan konsentrasi anak. Jangankan anak-anak, kita saja, orang dewasa saat menggunting, perhatikan bibir kita, ... kalau gak mecucu paling-paling sambil melet. :D

Sedangkan kegiatan yang paling seru bagi mas arvin (dan ayahnya) adalah bermain pistol air. Hampir setiap hari ayahnya yang malah diajak bermain pistol air. Kebetulan kami punya dua pistol air. Kalau pas main, mas arvin sampai basah kuyup karena sekalian persiapan mandi. Ayahnya, sementara ini, yang sering menang kalau perang pistol air dengan mas arvin ... wahahaha. :D

Saat bermain pistol air, jari-jari tangan anak dilatih untuk